Iklan disini.

Belajar Safinahtun Najah : Rukun Iman dan Makna Kalimat Tahlil

Belajar Safinahtun Najah : Rukun Iman dan Makna Lafadz Lailaha Illallah

Belajar Kitab Safinah merupakan langkah awal dalam perjalanan panjang mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Melalui kitab ini, kita diajak untuk memperdalam pengetahuan tentang fiqih serta memperbaiki akhlak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Ini adalah perjalanan yang tidak hanya mengubah individu secara pribadi tetapi juga memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Pentingnya memelihara tradisi pembelajaran seperti ini harus terus diperjuangkan, guna melestarikan warisan intelektual umat Islam.

Tanpa banyak basa basi, mari kita mulai pembelajaran kali ini dengan bacaan bismillah dan hadiah fatihah untuk pengarang kitab.

Rukun Iman

أركان الإيمان ستة: أن تؤمن بالله ، وملائكته، وكتبه ، وباليوم الآخر ، وبالقدر خيره وشره من الله تعالى

Rukun-rukun Iman yaitu 6 : Bahwa engkau beriman dengan Allah , dan para Malaikatnya , dan kitab-kitabnya , dan para Rosulnya , dan hari akhir , dan taqdir baiknya dan taqdir buruknya dari Allah Ta'ala .

Iman menurut bahasa berarti membenarkan secara mutlak,baik membenarkan berita yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad atau membenarkan selainnya.

Sedangkan menurut istilah syara’,pengertian iman adalah membenarkan semua yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallama, yaitu semua perkara yang diketahui secara dhorurot atau pasti dari agama.

Maksud membenarkan disini adalah omongan hati yang mengarah pada kemantapan, baik kemantapan itu dihasilkan dari dalil, yang disebut dengan ma’rifat (mengetahui), atau dihasilkan dari tanpa dalil, yang disebut taqlid (mengikuti).

Maksud omongan hati adalah sekiranya hatimu berkata, “Aku meridhoi semua perkara agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallama.”

Tingkatan-tingkatan keimanan ada 5 (lima), yaitu:

  1. Iman Taqlid, yaitu mantap dengan ucapan orang lain tanpa mengetahui dalil. Orang yang memiliki tingkatan keimanan ini dihukumi sah keimanannya tetapi berdosa karena ia meninggalkan mencari dalil apabila ia mampu untuk menemukannya.

  2. Iman ‘Ilmi, yaitu mengetahui akidah-akidah beserta dalil- dalilnya. Tingkatan keimanan ini disebut ilmu yaqin.

  3. Iman ‘Iyaan, yaitu mengetahui Allah dengan pengawasan hati.Oleh karena itu, Allah tidak hilang dari hati sekedip mata pun karena rasa takut kepada-Nya selalu ada di hati, sehingga seolah- olah orang yang memiliki tingkatan keimanan ini melihat-Nya dimaqom muroqobah (derajat pengawasan hati). Tingkat keimanan ini disebut dengan Ainul Yaqin.

  4. Iman Haq, yaitu melihat Allah dengan hati. Tingkatan keimanan ini adalah pengertian dari perkataan ulama, “Orang yang makrifat Allah dapat melihat-Nya dalam segala sesuatu.”Tingkat keimanan ini berada di maqom musyahadah dan disebut dengan haq al-yaqiin. Orang yang memiliki tingkatan keimanan ini adalah orang yang terhalang jauh dari selain Allah.

  5. Iman Hakikat, yaitu sirna bersama Allah dan mabuk karena cinta kepada-Nya. Oleh karena itu, orang yang memiliki tingkatan keimanan ini hanya melihat Allah seperti orang yang tenggelam di dalam lautan dan tidak melihat adanya tepi pantai sama sekali.

Tingkatan keimanan yang wajib dicapai seseorang adalah tingkatan nomer [1] dan [2]. Sedangkan tingkatan keimanan nomer [3], [4], dan [5] merupakan tingkatan-tingkatan keimanan yang dikhususkan oleh Allah untuk para hamba-Nya yang Dia kehendaki.

Iman Kepada Allah

Rukun iman yang pertama adalah bahwa [kamu beriman kepada Allah] sekiranya kamu meyakini secara tafsil (rinci) bahwa sesungguhnya Allah itu Yang Maha Ada (maujud), Dahulu (qodim),Kekal (baqi), Berbeda dengan makhluk (mukholif lil hawadis), Tidak membutuhkan siapa dan apapun (mustaghnin ‘an kulli syaik), Esa (wakhid), Kuasa (qodir), Berkehendak (murid), Mengetahui (‘alim),Mendengar (samik), Melihat (bashir), Berfirman (mutakallim), dankamu meyakini secara ijmal (global) bahwa sesungguhnya Allah memiliki kesempurnaan yang tiada batas.

Iman Kepada Malaikat

Rukun iman yang kedua adalah [kamu beriman kepada para malaikat Allah,] sekiranya kamu meyakini bahwa mereka adalah materi-materi cahaya yang tidak berkelamin laki-laki,perempuan, atau khuntsa dan yang tidak memiliki bapak dan ibu,yang benar dalam berita yang mereka sampaikan dari Allah, yang tidak makan, tidak minum, tidak menikah, tidak melestarikan keturunan, tidak tidur, tidak ditulis amal-amalnya karena mereka adalah yang menulis, tidak dihisab dan tidak ditimbang amal-amal mereka karena mereka tidak memiliki amal-amal jelek, yang akan dikumpulkan bersama golongan jin dan manusia, yang dapat memberikan syafaat kepada mereka yang durhaka dari anak cucu Adam dan melihat orang-orang mukmin di dalam surga, yang masuk surga, yang menikmati kenikmatan di surga dengan kenikmatan yang sesuai kehendak Allah.

Ahmad Suhaimi berkata, “Telah diriwayatkan dari Mujahid tentang suatu riwayat yang menunjukkan bahwa para malaikat tidak makan, tidak minum, dan tidak menikah di dalam surga, dan tentang riwayat yang menunjukkan bahwa mereka akan dalam keadaan seperti mereka ada di dunia. Riwayat ini juga menunjukkan bahwa bidadari surga dan anak-anak kecil surga tidak makan, tidak minum, dan seterusnya di dalam surga.”

Wajib beriman secara global bahwa para malaikat itu ada dan mencapai jumlah batas yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah, dan wajib mengimani mereka yang nama-nama mereka disebutkan dan ditentukan atau yg jenis2 mereka ditentukan.

Iman Kepada Kitab Kitab Allah

Rukun iman yang ketiga adalah kamu beriman[dengan Kitab-kitab Allah.]. Pengertian beriman kepada Kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa Kitab-kitab itu merupakan Firman Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya ‘alaihim as-sholatu wa as- salaamu, dan semua isi kandungannya adalah benar.

Kitab-Kitab itu diturunkan bisa dalam bentuk tertulis pada papan-papan, seperti; Taurat, atau terdengar dengan telinga secara langsung, seperti; dalam malam Mi’roj, atau terdengar dari balik tabir, seperti yang terjadi pada Musa di Gunung Thursina, atau terdengar dari malaikat secara langsung, seperti yang diriwayatkan bahwa kaum Yahudi berkata kepada Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaiknya kamu berbicara langsung kepada Allah dan melihat-Nya jika kamu seorang nabi sebagaimana Musa berbicara dengan-Nya dan melihat-Nya.” Kemudian Rasulullah Muhammad menjawab, “Musa tidaklah melihat Allah.”Kemudian diturunkan ayat, “Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengannya kecuali dengan perantara wahyu atau dari balik tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya …”

Suhaimi berkata dalam menafsiri ayat di atas, “Tidaklah sahbagi seorang manusia diajak berbicara oleh Allah kecuali diwahyukan kepadanya sebuah wahyu, yaitu sebuah kalimat samar yang diketahui dengan cepat seperti yang didengar oleh Ibrahim dalam mimpi, ‘Sesungguhnya Allah memerintahmu menyembelih putramu’, dan seperti yang diilhamkan kepada Ibu Musa untuk membuang Musa yang masih kecil di lautan, atau dari balik tabir atau dengan mengutus seorang utusan, yaitu malaikat Jibril, ia mengatakan dengan perintah Tuhannya apa yang Tuhannya kehendaki kepada rasul yang ditemui Jibril.

Yang dimaksud dengan Kitab-kitab adalah sesuatu yang mencakup lembaran-lembaran. Telah masyhur bahwa jumlah Kitab- kitab yang diturunkan oleh Allah ada 104. Ada yang mengatakan 114. Suhaimi berkata, “Yang benar adalah tidak perlu menentukan jumlah Kitab-kitab pada hitungan tertentu. Oleh karena itu tidak perlu dikatakan, ‘Kitab-Kitab itu ada 104 saja’, karena jika kamu mau meneliti riwayat-riwayat yang ada maka sesungguhnya Kitab- kitab itu mencapai 184.”

Dengan demikian wajib meyakini secara global (ijmal) bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan Kitab-kitab dari langit, tetapi wajib mengetahui 4 (empat) Kitab secara tafshil (rinci), yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, dan al-Qur'an yang diturunkan kepada makhluk terbaik, yaitu Nabi kita, Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallama wa ‘alaihim ajma’iin.

Iman Kepada Para Rosul

Rukun iman yang keempat adalah kamu beriman kepada para rasul Allah. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang paling mulia. Allah berfirman, “Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat(di masanya)." - QS.Al-An'am: 86

Para Rosul adalah para laki-laki yang tidak diketahui jumlahnya kecuali hanya Allah yang mengetahui. Rasul yang pertama kali adalah Adam dan yang terakhir dan yang paling utama di antara mereka adalah pemimpin kita, Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallama.

Mereka adalah orang-orang yang jujur dalamberkata tentang pengakuan sebagai rasul, dan yang jujur dalam apa yang mereka sampaikan dari Allah ta’ala, dan yang jujur dalam perkataan- perkataan umum, seperti; aku telah makan, aku telah minum, dan lain-lain.Mereka adalah orang-orang yang terjaga dari melakukan keharaman atau kemakruhan. Mereka adalah orang-orang yang menyampaikan apa yang diperintahkan untuk disampaikan kepada makhluk meskipun bukan hal-halyang berkaitan dengan hukum-hukum.

Mereka adalah orang-orang yangcerdas sekiranya mereka itu memiliki kemampuan untuk menghadapi perselisihan, berdebat, dan mengalahkan tuduhan-tuduhan lawan debat mereka. Empat sifat ini (jujur, menyampaikan wahyu, cerdas, dan amanah) adalah sifat-sifat bagi para rasul

Adapun para nabi, mereka bukanlah para rasul. Oleh karena itu, mereka tidak menyampaikan wahyu dari Allah. Mereka hanya berkewajiban menyampaikan kepada orang-orang bahwa mereka adalah para nabi agar orang-orang memuliakan mereka.

Pendapat shohih menyebutkan bahwa tidak perlu menghitung atau menentukan jumlah para nabi dan rasul karena terkadang menghitung mereka dapat menetapkan sifat kerasulan dan kenabian pada orang yang sebenarnya tidak memiliki sifat tersebut,atau terkadang menafikan sifat kerasulan dan kenabian dari orangyang sebenarnya memiliki sifat tersebut. Dengan demikian, kitahanya wajib membenarkan secara global atau ijmal bahwa Allah memiliki para rasul dan para nabi.

Iman Kepada Hari Akhir

Rukun iman yang kelima adalah kamu beriman Hari Akhir dengan cara kamu membenarkan keberadaannya dan membenarkan segala sesuatu yang tercakup didalam Hari Akhir, seperti; dikumpulkannya seluruh makhluk (hasyr),penghitungan amal (hisab), pembalasan amal (jazak), surga, danneraka.

Hari Akhir disebut dengan nama hari akhir karena tidak ada malam dan siang setelah hari tersebut. Tidak bisa disebut dengan hari tanpa menyebutkan qoyidnya, kecuali apabila disertai dengan malam setelahnya. Atau Hari Akhir disebut dengan nama hari akhir adalah karena hari tersebut merupakan akhir waktu yang terbatasi,maksudnya, akhir hari-hari dunia, oleh karena itu, tidak ada hari lain setelahnya, atau karena hari tersebut memang berada di akhir dari hari-hari dunia.

Iman Kepada Qodar

Rukun iman yang keenam adalah kamu beriman dengan Qodar bahwa baik dan buruknya merupakan dari Allah ta’ala.

Sayyid Abdullah al-Murghini berkata, “Beriman dengan qodar adalah membenarkan bahwa segala sesuatu yang telah wujud dan yang akan wujud adalah sesuai dengan takdir Allah yang berkatakepada segala sesuatu, ‘Jadilah! Maka sesuatu itu jadi, baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya, manis atau pahit.’”

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Segala sesuatu pasti sesuai dengan qodho dan qodar, bahkan kelemahan dan kecerdasan sekalipun.” Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang beriman kepada Allah hingga ia beriman dengan qodar, baik atau buruknya.” (HR. Turmudzi)

Para ulama telah berselisih pendapat tentang pengertian Qodho dan Qodar. Menurut Asya’iroh, pengertian Qodho adalah kehendak Allah terhadap sesuatu di zaman azali sesuai dengan kenyataan sesuatu tersebut di zaman bukan azali. Sedangkan pengertian Qodar menurut mereka adalah bahwa Allah mewujudkan sesuatu sesuai dengan kadar tertentu yang sesuai dengan kehendak.Dengan demikian, kehendak Allah di zaman azali, yang berhubungan dengan bahwa kamu akan menjadi orang yang berilmu adalah contoh Qodho. Sedangkan Allah mewujudkan ilmu dalam dirimu setelah kamu diwujudkan sesuai dengan kehendak-Nya adalah contoh Qodar.

Adapun menurut Maturidiah maka pengertian Qodho adalah bahwa Allah mewujudkan sesuatu disertai menambahkan penyempurnaan yang sesuai dengan pengetahuan-Nya ta’aala, maksudnya, pembatasan dari Allah di zaman azali terhadap setiap makhluk dengan batasan yang ditemukan pada setiap makhluk itu,yaitu berupa batasan baik, buruk, bermanfaat, berbahaya, dan lain-lain, maksudnya pengetahuan Allah di zaman azali terhadap sifat- sifat makhluk. Ada yang mengatakan bahwa pengertian Qodhoadalah pengetahuan Allah yang azali disertai hubungannya dengansesuatu yang diketahui.

Sedangkan pengertian Qodar menurutmereka adalah bahwa Allah mewujudkan sesuatu sesuai dengan pengetahuan itu. Dengan demikian, pengetahuan Allah di zaman azali tentang seseorang akan menjadi orang yang berilmu setelah iadiwujudkan adalah contoh Qodho. Sedangkan Allah mewujudkan ilmu pada dirinya setelah ia diwujudkan adalah contoh Qodar.Pendapat ini dan pendapat Asya’iroh tentang Qodho dan Qodar adalah pendapat yang masyhur.

Menurut masing-masing pendapat, maka Qodho Allahadalah qodim dan Qodar-Nya adalah Haadis, berbeda denganpendapat Maturidiah.

Makna Kalimat Tahlil

ومعنى لاإله إلاالله: لامعبود بحق في الوجود إلا الله

Dan makna kalimat Laa Ilaha Illallahu yaitu tidak ada yang disembah dengan sebenar-benarnya pada keadaan kecuali Allah.

Syeh Salim bin Sumair al-Khadromi rahimahullah berkata;Makna kalimah ‘االله إلا إله لا ‘adalah tidak ada yang disembah dengan haq yang tetap dalam wujudnya kecuali Allah. Maksudnya adalah bahwa segala sesuatu tidak berhak menghinakan diri atau menyembah kecuali kepada Allah.

Syaikhuna Sanusi dan Yusi berkata; Yang dinafikan atau ditiadakan dalam pernyataan ‘ إلا إله لا االله ‘adalah perkara-perkara yang disembah secara haq menurut keyakinan orang-orang yang menyembah berhala-berhala, matahari,dan bulan karena perkara-perkara yang disembah secara batil memiliki wujud dzat di dunia nyata dan wujud di dalam hati orang mukmin dengan sifat keyakinan bahwa perkara-perkara yangdisembah itu (spt; berhala, matahari, dan dst.) adalah batil dan wujuddi dalam hati orang kafir dengan sifat keyakinan bahwa perkara- perkara yang disembah itu adalah haq.

Dengan demikian, perkara-perkara yang disembah selain Allah yang dzat-dzat perkara-perkara tersebut wujud di dunia nyata tidak dinafikan karena yang namanya dzat-dzat itu tidak dapat dinafikan.

Begitu juga, tidak dinafikan adalah perkara-perkara yang disembah selain Allah (spt; berhala, matahari, bulan, dst) dari segi wujudnya perkara-perkara tersebut di hati orang mukmin dengan sifat keyakinan kalau perkara-perkara tersebut merupakan suatu kebatilan karena adanya perkara-perkara tersebut sebagai sesembahan yang batil merupakan hal yang nyata yang tidak dapat dinafikan, karena apabila dapat dinafikan maka orang mukmin itutadi tergolong orang yang bohong.

Adapun yang dinafikan adalah perkara-perkara yang selain Allah dari segi wujudnya perkara-perkara tersebut di dalam hatiorang kafir dengan sifat keyakinan kalau perkara-perkara itu merupakan dzat-dzat yang disembah secara haq menurut orang kafir itu sendiri.

Dengan demikian dalam kalimah ‘االله إلا إله لا ‘ ,YANG DINAFIKAN adalah perkara-perkara yang disembah secara haq(menurut orang kafir) selain Allah. Istisnak dalam kalimah ‘االله إلا إله لا ‘adalah istisnak muttasil. Begitu juga, yang dinafikan dalam kalimah‘االله إلا إله لا ‘bukanlah Dzat yang disembah secara bathil menurut hati orang kafir, karena menurutnya, dzat yang ia sembah secara bathilitu adalah Allah ta’ala. Tujuan pokok dari kalimah ‘االله إلا إله لا ‘adalah untuk membantah orang-orang yang meyakini adanya persekutuan dalam penyembahan.

Kesimpulan

Rukun iman ada enam, yaitu:

  1. Beriman kepada Allah SWT.

  2. Beriman kepada sekalian Mala'ikat

  3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci

  4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.

  5. Beriman dengan hari kiamat.

  6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah SWT.

Dan yang dimaksud dengan ucapan "Laa ilaha illah", adalah menyatakan dan meyakini bahwa tiada yang wajib disembah dengan haq (Sebenar-benarnya) di alam semesta ini kecuali hanya Allah SWT semata.

Read Also
Post a Comment